Pernikahan bukan sekadar ikatan cinta dua insan. Lebih dari itu, ia adalah riyādhah—latihan jiwa yang berlangsung sepanjang masa, agar kita terus tunduk kepada perintah Allah SWT.
Teladan Hajar: Istri yang Taat, Sabar, dan Ridha
Kisah Hajar, istri Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, menjadi contoh abadi tentang arti ketaatan dan kesabaran dalam menjalani takdir Allah.
Setelah melahirkan, Hajar dibawa oleh Nabi Ibrahim ke sebuah lembah tandus. Ia ditinggalkan hanya bersama bayi kecilnya, Ismail. Dalam kebingungan, Hajar bertanya tiga kali:
“Apakah ini perintah Allah?”
Dan setelah Nabi Ibrahim menjawab, “Iya”, Hajar pun mantap hatinya. Ia yakin Allah tidak akan menelantarkannya.
Shafa – Marwah: Ikhtiar dan Ibadah
Saat berlari antara bukit Shafa dan Marwah, Hajar tidak hanya mencari air untuk bertahan hidup. Ia sedang menjalankan perintah Allah SWT.
- Ia ulangi larinya tujuh kali, penuh kesungguhan.
- Dari bawah kaki bayi Ismail yang menghentak tanah, Allah pancarkan air zamzam.
Air zamzam adalah buah dari kesabaran, ikhtiar, dan ketaatan seorang istri yang bertakwa. Hingga kini, keberkahannya masih kita rasakan.
Pernikahan: Jalan Riyadhah Seumur Hidup
Dari kisah Hajar, kita belajar bahwa pernikahan adalah ruang latihan jiwa:
- Belajar sabar menghadapi ujian rumah tangga.
- Belajar taat meski kadang berat.
- Belajar ridha menerima ketetapan Allah.
- Berikhtiar sambil meyakini Allah yang menata segalanya.
Pernikahan bukanlah soal menuntut kenyamanan, tetapi soal menerima takdir dan meyakini bahwa Allah selalu hadir menjaga rumah tangga kita.
Penutup
Kita mungkin tidak sekuat Hajar, tetapi kita bisa terus melatih jiwa (riyadhah) sepanjang hidup.
Karena setiap sabar, setiap taat, setiap ridha dalam rumah tangga, adalah jalan untuk mengangkat derajat kita di sisi Allah SWT.